Dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan layanan penerjemahan terus meningkat. Laporan Nimdzi 100 tahun 2024 menunjukkan bahwa industri bahasa global mencapai nilai USD 67,9 miliar pada 2023 dan diproyeksikan tumbuh menjadi USD 72,7 miliar pada 2024. Meningkatnya optimisme pelaku industri juga mencerminkan tren tersebut, dengan 68,3% LSP memproyeksikan kenaikan pendapatan pada Q1 2024, sementara 97% LSP masih menjadikan terjemahan dan pelokalan sebagai layanan utama. Kebutuhan ini mencakup berbagai jenis konten seperti website, materi pemasaran, dokumen hukum, hingga laporan keberlanjutan. Namun, di tengah tingginya permintaan tersebut, masih banyak anggapan keliru mengenai proses penerjemahan yang seharusnya dilakukan.
Anda mungkin pernah menjumpai contoh hasil terjemahan yang terasa janggal: pilihan kata yang kurang pas, kalimat yang tidak alami, atau pesan yang berubah tanpa sengaja. Sebagian besar akibatnya bukan karena ketidakmampuan berbahasa, tetapi karena mitos seputar penerjemahan yang sudah telanjur diyakini benar.
Artikel ini menguraikan mitos-mitos tersebut—bukan sekadar membantahnya, melainkan juga menjelaskan betapa kesalahpahaman ini dapat memengaruhi komunikasi bisnis sekaligus hal-hal yang bisa dilakukan untuk menghindarinya.
Mengapa Banyak Bisnis Masih Terjebak Mitos soal Penerjemahan?

Sumber: pixabay.com
Miskonsepsi tentang penerjemahan umumnya berakar dari anggapan bahwa menerjemahkan adalah pekerjaan teknis yang sederhana. Padahal, bahasa tidak bekerja secara mekanis. Ia melibatkan budaya, konteks, nada, dan cara penyampaian yang memengaruhi cara pesan diterima.
Beberapa alasan mitos ini masih bertahan antara lain:
a. Bahasa dianggap hanya sebagai media komunikasi
Padahal, bahasa membawa identitas, kebiasaan, dan cara berpikir masyarakatnya. Tanpa memahami konteks ini, pesan hasil penerjemahan dapat menyimpang.
b. Bilingual sering disamakan dengan penerjemah profesional
Fasih dua bahasa tidak otomatis berarti mampu melakukan penerjemahan yang akurat dan padu. Penerjemahan membutuhkan keterampilan menulis, pemahaman industri, dan sensitivitas gaya bahasa.
c. Ketergantungan pada machine translation
Meski membantu, mesin tidak dapat menggantikan penilaian manusia—terutama dalam dokumen penting atau konten yang menyangkut brand voice.
Tidak heran jika banyak bisnis tanpa sadar mengambil keputusan penerjemahan yang kurang tepat.
Tujuh Mitos Penerjemahan yang Perlu Diluruskan

Sumber: pixabay.com
Di tengah meningkatnya kebutuhan komunikasi lintas bahasa, berbagai mitos soal penerjemahan masih sering muncul dan memengaruhi keputusan bisnis. Bagian ini menguraikan tujuh mitos yang paling umum ditemui, sekaligus memberikan gambaran bahwa proses penerjemahan tidak sesederhana yang dibayangkan.
Meskipun dibahas satu per satu, mitos-mitos ini saling berkaitan dan menunjukkan kompleksitas penerjemahan profesional.
1) Mitos: Penerjemahan hanya soal mengganti kata
Setiap bahasa memiliki struktur dan nuansa yang berbeda. Penerjemahan kata demi kata hampir selalu menghasilkan kalimat yang kaku atau salah makna.
Penerjemah profesional berfokus pada makna, bukan sekadar kata.
2) Mitos: Semua bilingual bisa melakukan penerjemahan
Penerjemahan membutuhkan kemampuan menulis, memahami konteks, serta menjaga nada dan gaya bahasa.
Bilingual belum tentu memiliki keterampilan tersebut.
3) Mitos: Penerjemahan bisa cepat tanpa menurunkan kualitas
Penerjemahan yang baik memerlukan riset, analisis, dan penyusunan ulang kalimat agar tetap akurat dan natural.
Kecepatan tidak boleh mengorbankan kualitas.
4) Mitos: Machine translation dapat menggantikan penerjemahan manusia
Mesin tidak memahami budaya, ironi, maupun konteks industri.
Untuk dokumen penting, penerjemahan manusia tetap diperlukan.
5) Mitos: Semua hasil penerjemahan akan sama
Gaya menulis dan pengalaman penerjemah berbeda-beda.
Konsistensi terminologi dan tone memerlukan kompetensi profesional.
6) Mitos: Tidak perlu penerjemahan jika audiens “mengerti sedikit”
Pemahaman sebagian belum tentu memastikan akurasi.
Dalam konteks hukum, medis, atau teknis, ketidakjelasan kecil dapat menimbulkan risiko besar.
7) Mitos: Penerjemahan tidak perlu mempertimbangkan budaya
Bahasa dan budaya saling terkait.
Tanpa adaptasi budaya, hasil penerjemahan bisa terdengar janggal atau bahkan menyinggung.
Artinya bagi Bisnis: Penerjemahan Adalah Bagian dari Strategi Komunikasi

Sumber: pixabay.com
Jika diperhatikan, seluruh mitos di atas mengarah pada satu kesimpulan: penerjemahan bukan sekadar memindahkan bahasa, melainkan bagian penting dari strategi komunikasi suatu perusahaan.
Penerjemahan yang baik dapat:
• memperkuat kredibilitas perusahaan
• meningkatkan kejernihan pesan
• menjaga konsistensi brand voice
• membangun kepercayaan dengan audiens global
Sebaliknya, penerjemahan yang tidak cermat dapat menimbulkan kesalahpahaman dan merusak citra bisnis.
Di sinilah Wordsmith Group hadir membantu.
Sebagai penyedia layanan penerjemahan profesional, Wordsmith Group bekerja memastikan bahwa tiap materi—baik berbentuk laporan, dokumen teknis, hingga konten pemasaran—diterjemahkan dengan akurat, natural, dan sensitif terhadap konteks budaya. Prosesnya tidak hanya mentransfer kata, tetapi menjaga agar pesan tetap utuh dan efektif.
Ingin memastikan hasil penerjemahan Anda benar-benar mendukung komunikasi bisnis? Silakan hubungi Wordsmith Group melalui email atau WhatsApp. Kami siap membantu Anda menyampaikan pesan yang lebih jelas dan meyakinkan kepada audiens global.



