Seni Menulis Biografi bersama Alberthiene Endah

oleh | Nov 15, 2021 | Feature | 0 Komentar

Mudah dikatakan, Alberthiene Endah (AE) adalah penulis biografi nomer 1 di Indonesia, bahkan orang sekaliber Bill Gates saja mengenal reputasi tersebut. Sejauh ini, AE telah menulis 54 buku biografi. Tokoh-tokoh yang pernah dibuat biografinya, antara lain Ani Yudhoyono, Chrisye, Kris Dayanti, sampai Merry Riana. Simak wawancara yang sangat inspiratif tim Wordsmith Group bersama AE berikut ini.

Apa definisi buku biografi menurut Mbak AE?

Menurut kamus, buku biografi adalah buku yang menceritakan perjalanan hidup seseorang, baik yang dituliskan orang lain maupun yang ditulis sendiri. Jika ditulis sendiri disebut otobiografi, sedangkan jika dituliskan orang lain disebut biografi. Namun, secara lebih luas, biografi dapat dimaknai sebagai wadah perjalanan hidup, perjalanan peristiwa atau perjalanan batin seseorang.

Biografi tidak harus memuat perjalanan hidup seseorang secara lengkap sejak lahir sampai sampai sekarang. Ada memoar yang hanya bercerita tentang karir musikal, ada yang hanya menampilkan potongan hidup pada satu masa, misalnya saat perang, ada juga yang hanya mengulik satu peristiwa yang dianggap monumental dalam peristiwa politik, dan sebagainya.

Sehingga, bisa dikatakan buku biografi adalah buku yang menuturkan pengakuan kisah atau peristiwa dalam kehidupan seseorang.

Kata-kata “pengakuan” ini menjadi sangat penting, karena perlu ada konfirmasi yang resmi dan legal dari orang yang kompeten yang menceritakan kisah tersebut.

Contohnya, dulu saat saya menulis biografi pendiri Bluebird yang sudah wafat, cerita para cucu, anak, direktur, dan mantan anak buahnyalah yang menjadi pengakuan kisah hidup sang pendiri, sehingga biografi itu menjadi sah atau legit.

Alberthiene Endah, source: IG @alberthiene_endah

Apa keistimewaan buku biografi dibanding genre lain?

Biografi sangat penting karena berdasarkan fungsinya, biografi adalah bagian dari tapak sejarah. Pada suatu masa, biografi akan menjadi sumber catatan tentang pemikiran, peristiwa, atau pengenalan terhadap sosok di masa lalu. Misalnya, kita bisa tahu lebih banyak tentang Hitler lewat buku biografinya ketimbang artikel-artikel tentang beliau.

Di barat, pemerintah mengucurkan dana khusus untuk penulisan biografi sejumlah peneliti terkenal, misalnya Marie Curie dan Thomas Alva Edison.

Harus ada yang bisa merekam hidup mereka, karakter mereka, sifat-sifat mereka, dan bahkan hal-hal romantis dalam hidup mereka. Saya dengar, Pemerintah China juga mulai mendorong para penulis untuk sebanyak-banyaknya membukukan biografi budayawan dan ilmuwan karena tidak ingin pemikiran dan jejak peristiwa itu hilang oleh waktu. Generasi masa depan mereka harus tahu rekaman kisah hidup dan pemikiran mereka. Itu semua didapatkan dari biografi yang ditulis secara holistik, dengan riset, wawancara, dan sebagainya, yang matang dan menyeluruh.

Karena biografi adalah jenis buku nonfiksi, sepengalaman Mbak AE, sejauh mana kita bisa memasukkan elemen fiksi dalam biografi, dan dengan cara apa?

Saya adalah penganut paham biografi ala penulis-penulis barat. Saya lihat penulis-penulis barat lebih rileks terhadap biografi. Banyak buku Andrew Morton―penulis biografi terkenal dari Inggris yang antara lain menuliskan kisah Monica Lewinsky dan Lady Diana―ditulis dengan cara yang luar biasa seperti novel.

Dia mampu memotret big picture-nya dulu, yang kemudian ia tulis kembali dengan kelebihannya sebagai storyteller.

Penulis seperti ini menghargai hak pembaca untuk menikmati buku senikmat-nikmatnya. Cindy Addams, penulis buku “Penyambung Lidah Rakyat”, juga dengan lincah memotret karakter Bung Karno dan merekam dialog-dialog menarik hingga tulisannya terasa seperti dongeng dari awal sampai akhir.

Satu hal yang penting dalam biografi: kita harus berpijak pada penceritaan yang sesuai kenyataan. Namun, kita juga ditantang untuk membuat alur yang memikat dan membuat emosi pembaca naik-turun lewat plot dan cliff hanger yang bagus. Kita harus tahu kapan kita memasukkan suatu dialog, kapan memunculkan suatu ketegangan, kapan membuat pembaca untuk menangis dulu sebelum rileks.

Nah, saya beruntung punya 4 pengalaman menulis dalam hidup. Ilmu yang saya dapatkan dari pengalaman menjadi wartawan Femina selama 10 tahun, pemimpin redaksi majalah Prodo selama 5 tahun, penulis skenario di Multivision Plus selama bertahun-tahun, dan penulis novel, saya kerahkan semua dalam pekerjaan menulis biografi.

Ketika menulis biografi, bagaimana cara menentukan gaya bahasa yang digunakan? Apakah sesuai penulis atau mengikuti tokoh utama buku?

Masing-masing tokoh utama tentu berbeda karakter. Ada yang nggak bisa cerita, ada yang sangat romantis, ada yang sangat emosional, ada yang lawak banget.

Artinya, seorang penulis biografi ditantang untuk bisa menangkap gaya tutur dan getaran sang tokoh.

Seseorang yang meletup-letup atau tegas tidak mungkin kita tulis dengan gaya romantis yang mendayu. Kita harus bisa menentukan gaya bahasa yang paling pas untuk sang tokoh, tetapi juga mencerminkan cara bertutur kita sebagai penulis biografi. Singkatnya, tantangannya adalah mewakili kita sekaligus mewakili sang tokoh.

Perlu waktu berapa lama untuk dapat mengenali sang tokoh?

Bagi saya, 6 bulan cukup. Dengan catatan, selama 6 bulan kita harus sama-sama fokus: tiga bulan pertama, bertemu paling tidak dua kali dalam seminggu, kemudian tiga bulan selanjutnya berkutat dengan penulisan dan revisi.

Dulu saat mengerjakan buku Ibu Ani SBY, sempat 2 bulan saya tidak bertemu beliau ketika terjadi peristiwa bom Hotel JW Marriott. Tapi saat mengerjakan buku Pak Presiden Jokowi, beliau selalu memanggil saya ke Istana Bogor jika tidak ada acara.

Kita perlu mapping dulu sebelum bertemu tokoh. Temui dulu orang-orang terdekat yang paling tahu soal sang tokoh―dari sisi karir, keluarga, maupun sisi lain―lalu minta diceritakan semuanya.

Secara psikologis, ini juga bisa membuat sang tokoh tenang karena menyadari dirinya berada di tangan orang yang tepat, yang sangat mengetahui kehidupannya.

Sebaliknya, kita juga jadi tahu angle pertanyaan yang jitu.

Alberthiene Endah bersama Jokowi, source: IG @alberthiene_endah

Formula apa yang Mbak AE gunakan dalam merumuskan pertanyaan?

Belajar psikologi. Menjadi penulis biografi itu sama dengan menjadi 3 hal, yakni: psikiater, konsultan, dan seorang penyimpul yang bisa mendefinisikan hidup seseorang.

Saya selalu bilang kepada penulis-penulis biografi, usahakan latih cara bertanya. Bukan yang membuat sang tokoh menjawab pertanyaan, tetapi yang memotivasi mereka bercerita.

Ketika mereka sudah bercerita lebih banyak dari pertanyaanmu, maka kamu berhasil.

Saya pernah menulis buku tentang seorang produser terkenal yang saat itu sedang berkonflik dengan kakaknya, memperebutkan perusahaan yang mereka dirikan bersama. Dia meminta saya untuk tidak menuliskan nama kakaknya dalam buku ini, tapi saya bilang tidak mungkin. Di saat seperti ini, seorang penulis biografi diuji untuk tetap penuh wibawa, memimpin penulisan biografi yang terhormat dan tidak membohongi publik. Saya tidak mungkin menghapus sosok yang betul-betul ada dalam hidup sang tokoh sebagai kakak kandung. Sejak awal kita perlu meng-educate sang tokoh untuk tidak menutupi kesalahan agar pembaca bisa belajar.

Siapa yang menentukan judul buku biografi dan bagaimana caranya?

Bisa dari kita juga, sebagai penulis. Kadang-kadang kita perlu membangun suatu kedekatan yang sangat romantis dengan sang tokoh.

Saat saya dipanggil Pak JK untuk menulis biografi, saya survei ke toko buku. Ada sekitar 18 buku Pak JK. Isinya sama―semua tentang Golkar, Kalla Group, pengalaman beliau menangani Poso dan konflik di Ambon.

Saya bilang bahwa saya ingin menulis buku yang berbeda, lalu saya tanyakan apakah Pak JK pernah mengalami luka yang paling mengesankan?

Akhirnya, buku biografi beliau berjudul “Athirah”, berdasarkan peristiwa terlukanya almarhumah ibunda Pak JK ketika suaminya berpoligami. Saya tulis bahwa Pak JK―yang hingga usia 40 tahun tidak pernah keluar dari Makassar―harus menjadi pemimpin keluarga, memimpin adik-adiknya yang pada waktu itu juga marah kepada ayah mereka, sekaligus menjaga dan memimpin ibunya untuk bangkit. Saya yakin pengalaman beliau di masa itulah yang kemudian mengajarinya untuk menjadi negarawan, pemimpin bisnis, pemimpin organisasi, dan lain sebagainya.

Dalam keadaan apa, sebuah buku biografi bisa dikatakan “berhasil”?

Buku biografi bisa dikatakan berhasil bila tujuan dan niat sang tokoh untuk menulis biografi itu tercapai.

Chrisye dulu memanggil saya saat dia menderita kanker stadium 4. “Alberthiene, saya nggak pernah punya niat bikin biografi. Sepanjang hidup, saya introvert. Tapi sekarang saya kanker stadium 4 dan saya menyadari bahwa sepanjang hidup saya, sebetulnya saya tidak pernah menurunkan ilmu kepada musisi-musisi muda. Dan saya juga pernah membohongi publik karena pada tahun 1959, saya itu diteror dengan ditimpuki batu dan diteriaki ‘China’.

Itu membuat saya traumatis dan sepanjang hidup tidak pernah mengaku bahwa saya Tionghoa; bahwa saya orang Manado.

Bahkan saya mengatakan bahwa saya seorang Betawi dan pada saat ini saya merasa itu harus saya luruskan. Dan tidak ada wadah yang paling tepat, selain bahwa saya harus menulis memoar,” kata Chrisye.

Buku “Mimpi Sejuta Dolar” tentang Merry Riana menceritakan bagaimana dia menyelamatkan diri dari Indonesia dalam krisis ‘98, kemudian berutang ke bank di Singapura demi bisa melanjutkan kuliah.

Dia betul-betul harus hidup amat sangat sulit untuk bisa tetap kuliah, karena uangnya sangat sedikit dan uang utang itu murni untuk membiayai pendidikan.

Lalu dia terus bekerja keras hingga bisa menjadi seseorang dengan penghasilan yang sangat memukau di sana. Buku itu menjadi berhasil ketika saya bisa menyodorkan inspirasi kepada pembaca untuk menciptakan ‘mimpi sejuta dolar’ versi mereka masing-masing.

Saya sendiri sebetulnya ingin menyebarkan inspirasi baik dan kekuatan untuk hidup. Karena saya lihat, semakin banyak orang depresi. Makin banyak orang kehilangan kepercayaan bahwa dirinya mampu mencapai kehidupan yang baik.

lberthiene Endah bersama Ani Yudhoyono, source: IG @alberthiene_endah

Di Indonesia, menurut pengamatan Mbak AE, bagaimana tanggapan masyarakat terhadap buku biografi?

Lucu banget. Tahun 2003, fenomena biografi di Indonesia itu masih dianggap sebagai proyek narsis. Dikatai “nampang, padahal belum apa-apa”. Seolah-olah orang yang pantas menulis biografi adalah mereka yang sangat kudus, orang yang prestasinya tak terbantahkan, orang yang kejayaannya sudah nggak ada levelnya, sudah setengah mati tingginya. Padahal tidak seperti itu.

Di barat, ada seorang ibu rumah tangga yang isi biografinya hanya tentang bagaimana dia membesarkan keluarga dengan cara-cara sederhana yang penuh filosofi. Artinya, tiap orang bisa berbagi hal tentang dirinya untuk menjadi pembelajaran bagi orang lain.

Sekarang penjualan buku biografi hampir bisa menyamai genre novel.

Saya pernah membuat survey, kenapa orang membaca biografi saya, atau kenapa orang membaca buku berbasis kisah nyata. Ternyata mereka butuh inspirasi dan mereka percaya jika mereka membaca kisah yang sungguh-sungguh terjadi mereka bisa lebih menyerap pelajarannya ketimbang dari buku fiksi. Itu menyatakan bahwa sesungguhnya biografi menjadi bacaan yang sangat dibutuhkan saat ini, bukan menjadi satu syarat album kehidupan seseorang belaka.

Buku biografi siapa yang menurut Mbak AE paling menantang untuk dikerjakan?

Saya yakin tiap orang memiliki drama yang memikat dalam hidupnya. Bukan mengenai mendapat kepercayaan dari tokoh-tokoh besar, tetapi mulailah dengan membuktikan kepada pembaca tentang kekuatan cerita, kekuatan inspirasi. Tetanggamu yang inspiratif, ibu gurumu, orang tuamu―mereka dapat menjadi portfolio menuju karir profesional.

Dari 54 buku biografi yang saya tulis, ada yang mengisahkan seorang ibu dari seorang anak down syndrome.

Merry Riana menjadi seorang motivator setelah bukunya berhasil dengan begitu membahana. Itu adalah bukti bahwa orang biasa pun memiliki kekuatan luar biasa untuk menginspirasi. Tugas biografilah untuk menjadi jembatannya.

Menurut Mbak AE, apakah semua orang bisa menjadi penulis biografi? Ataukah dibutuhkan karakter khusus selain skill?

Karakter kerja atau pekerja dalam penulisan biografi memerlukan kedisiplinan yang tinggi untuk tetap in touch dengan cerita. Hari ini baca data, besok buku, lusa mendengarkan kembali wawancara, bisa sambil masak atau main dengan anjing.

Karakter yang kedua, harus tahan banting karena berhadapan dengan manusia.

Belum tentu semua orang cocok dengan kita. Kadang-kadang keluarganya sulit, kadang-kadang ada juga orang yang mati-matian nggak mau bercerita dengan terbuka.

Bicara mengenai skill, keahlian apa saja yang harus dimiliki penulis biografi?

Selain bisa menulis, penulis biografi harus punya kemampuan mewawancarai yang cukup andal. Tidak semua orang bisa membaca getaran rasa orang lain. Kalau yang ditulis hanya datanya, biografi akan menjadi kering.

Seorang penulis biografi yang punya banyak pengalaman, cukup kokoh, cukup kuat, dan punya kepekaan, akan mampu merekam hal-hal yang tak terkatakan.

Kebetulan sepertinya saya punya itu. Saya lihat penulis biografi lain yang cukup berhasil juga biasanya orang yang punya kepekaan rasa yang cukup tinggi. Kalau itu kelihatannya memang modal dari Tuhan, ya.

Pernahkah merasa mengalami konflik internal ketika menulis buku biografi? Misalnya, subyek sudah menceritakan semuanya, tetapi ada sesuatu dalam cerita tersebut yang mungkin bisa membahayakan citra subyek di mata masyarakat?

Pertimbangannya harus sejak awal. Seorang penulis biografi yang punya cukup jam terbang biasanya sudah tahu kecenderungan sang tokoh sejak awal pertemuan atau bahkan sebelum bertemu: apakah bisa digali untuk mencapai kata inspirasi atau banyak risikonya. Itu menjadi pertimbangan saya sebelum menerima atau menjadi penulis bagi seorang tokoh.

Supaya objektif, kita tidak hanya menceritakan hal-hal yang sempurna, tapi juga yang tidak sempurna karena dari hal-hal yang tidak sempurna itulah manusia bisa belajar.

Setiap orang berhak punya rahasia. Kita sendiri juga berhak menutupi rahasia itu, misalnya pernah dipukuli orang tua.

Tapi ada juga titik yang kita tidak perlu kita lampaui. Misalnya kita bercerita tentang tokoh terkait G30S PKI, lalu ada satu momen yang tidak mungkin kita tidak diceritakan karena akan mempengaruhi logika kisah. Nah, tugas seorang penulis biografi harus mampu memahami sejauh mana dia bisa bergerak dalam batas antara hal-hal yang ingin diceritakan dan hal-hal yang ingin ditutupi seperti ini.

Apa respons pembaca yang pernah Mbak AE terima dan paling sulit dilupakan? Dari buku yang mana?

Setiap kali menulis biografi, saya bersiap menerima pujian atau cercaan. Ketika saya menulis tentang Chrisye, ada yang berkomentar bahwa dia sombong. Tapi itu kasuistik. Saya tidak mungkin memuaskan semua orang berdasarkan anggapan mereka tentang seorang tokoh.

Saya juga pernah menulis biografi Tahir dan di biografi ini dia ingin menunjukkan bahwa dia bisa sukses bukan karena dimodalin oleh Mochtar Riady, dan ini memancing reaksi beragam dari kalangan konglomerat.

Ketika saya menulis buku Krisdayanti yang ke-2 pada tahun 2009, di situ dia mengaku pernah selingkuh, pakai narkoba, operasi plastik habis-habisan. Saya dimarahi oleh penggemarnya, padahal motivasi Krisdayanti membuat buku itu adalah ingin menguji, “Kalau gue ‘ngakuin semua hal yang pernah terjadi di hidup gue, penggemar gue masih sayang sama gue nggak, sih?”

Tapi yang membuat saya lega selama ini adalah respect atau apresiasi buat tulisan saya. Para pembaca dengan cepat melahap buku saya karena ingin baca terus sampai selesai. Itu membangkitkan semangat saya, membesarkan hati saya, bahwa saya telah menemukan satu style penulisan yang bisa diapresiasi atau memenuhi harapan mayoritas pembaca.

Adakah subyek atau figur tertentu yang Mbak AE ingin tulis biografinya tapi belum terlaksana? Mengapa subyek tersebut menarik bagi Mbak AE?

Anggun. Anggun itu buat saya hebat banget. Inspirasi saya. Dia bisa betul-betul mendobrak dunia. Kita pernah wawancara, tapi saat itu sepertinya saya juga sedang sibuk.

Alberthiene Endah, source: IG @alberthiene_endah

Apa yang Mbak AE ingin sampaikan kepada pembaca buku biografi? Adakah pesan dari tiap buku biografi yang Mbak AE tulis? Apa saja?

Biografi saya pada umumnya bertutur tentang cara mencapai kehidupan yang lebih baik, from zero to hero, from nothing to something, dari nobody jadi somebody.

Saya selalu menawarkan konsep bahwa dalam hidup ini tidak ada yang mustahil jika bekerja keras.

Orang harus percaya bahwa hari esok yang lebih baik itu sangat mungkin terjadi dengan kekuatan yang kita punya.

Saat ini mbak AE sedang terlibat dalam proyek apa saja?

Saya baru saja menuntaskan buku BCA dan sedang mulai menggarap buku Bluebird yang kedua, tentang owner-nya. Saya juga sudah bersiap-siap mengerjakan buku mantan Jaksa Agung. Selain itu, saya juga sedang menulis buku seorang tokoh yang meninggal karena COVID, pemilik perusahaan gas industri terkenal dan terbesar di Surabaya. Kemudian juga buku New Armada, perusahaan karoseri. Banyak sekali proyek yang sedang saya kerjakan. Saya juga sedang bersiap menulis buku istana-istana negara.

Buku biografi mana yang ketika ditulis ikut mengubah hidup Mbak AE?

Jika ditanya mana yang mengesankan, Chrisye. Saya menulis tentang almarhum saat mengidap kanker paru-paru stadium 4.

Dia tahu akan meninggal di bulan Desember 2006 dan saya dipanggil Mei 2006.

Orang ini harus saya buat semangat. Akhirnya di tengah penulisan biografi, dia mau tampil lagi di TV swasta dengan kursi roda. Dia bahkan tampil di konser Soundrenaline di Ancol. Chrisye meninggal bulan Maret 2007, 3 bulan setelah vonis dokter.

Sering kali Mbak AE menulis biografi orang yang pada akhirnya sukses. Apa kesamaan orang-orang itu di mata Mbak AE?

Mereka mampu keluar dari kegelapan hidupnya.

Ciputra, pengembang Pondok Indah, Bintaro, Ancol, dan Senen, dahulu menumpang di rumah orang dan tugasnya membersihkan tinja.

Zaman dulu, rumah-rumah di daerah, jarak antara kamar mandi dan kamar tidurnya jauh, sehingga kalau ingin buang air di malam hari harus dilakukan di semacam tempayan di kamar. Dia kemudian berhasil masuk ITB jurusan arsitektur dan mendorong Ali Sadikin, Gubernur Jakarta saat itu, untuk membangun Proyek Senen dan Ancol.

Wordsmith Group memiliki jasa penulisan untuk berbagai jenis manuskrip, naskah, laporan, atau content. Hubungi kami dengan inquiry Anda.

Pewawancara: Iskandar Julkarnaen, Farah Diena Rahmania, Monica Rikkimata Moekoe

Diedit oleh: Nurkinanti Laraskusuma

Other Post

Suatu Hari dalam Kehidupan Seorang Corporate Secretary

Suatu Hari dalam Kehidupan Seorang Corporate Secretary

Keseharian seorang Corporate Secretary penuh dengan tantangan. Ia terlibat dalam berbagai tanggung jawab, sehingga dituntut untuk beraksi cepat dan tepat.  Seperti apa seluk beluk kehidupan Corporate Secretary dalam kesibukan setiap harinya? Mari kita ikuti aktivitas...