Masa pandemi COVID-19 membuat banyak sektor perekonomian menjadi terdampak, tak terkecuali sektor MICE. Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition atau yang sering disingkat sebagai industri MICE, merupakan aktivitas yang mengandalkan perkumpulan banyak orang. Oleh karena itu, pembatasan kegiatan selama pandemi berdampak pada banyaknya acara yang harus ditunda atau bahkan dibatalkan. Bahkan, sepanjang tahun 2020, ada sekitar 96,43% acara di 17 provinsi yang harus ditunda dan 84,20% lainnya terpaksa dibatalkan berdasarkan data dari Indonesia Event Industry Council (Ivendo).
Untungnya, saat ini Indonesia dan di seluruh dunia sudah memasuki masa transisi dari pandemi COVID-19. Para pelaku industri MICE pun kembali berusaha membangkitkan lagi sektor MICE. Dengan mempersiapkan strategi menghadapi tantangan pascapandemi dan memperkuat peran industri MICE terhadap perekonomian Indonesia, para pelaku bisnis MICE pun yakin bisa melewati masa transisi ini.
Untuk membahas hal tersebut secara lebih mendalam, Wordsmith Group menyelenggarakan Webinar & Talkshow “Indonesia MICE Industry in the Post-COVID Era” pada Rabu, 29 Juni 2022. Event ini menghadirkan 4 profesional terkemuka dari industri MICE tanah air, yaitu Hosea Andreas Runkat selaku Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi), Michael Bayu Sumarijanto selaku Director Dyandra Promosindo, Ira Santoso selaku Komisaris MIM PCO, dan Ketut Jaman, S.S., M.Si. selaku Managing Director MELALI MICE.
Secara garis besar, event ini membahas industri MICE di Indonesia pascapandemi COVID-19. Mulai dari sudut pandang pelaku industri, tantangan, serta prospeknya, hingga menyebarkan optimisme untuk kembali membangkitkan industri MICE di Indonesia. Selain itu, dalam pembahasan bertujuan untuk mendapatkan insight dan membahas tantangan menurut perspektif para pelaku industri MICE serta solusinya.
Kebangkitan Industri MICE Pascapandemi
Dalam materi yang dipaparkan oleh Pak Ketut, perkembangan MICE tahun 2022 sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Dengan demikian, kegiatan MICE yang sudah direncanakan tahun 2020 dan 2021 akan diselenggarakan di tahun 2022 hingga tahun 2023. Ditambah lagi dengan adanya meeting G20 di Bali menjadi momentum yang tepat untuk pemulihan industri MICE seiring semakin meningkatnya kepercayaan publik. Tak hanya itu, sudah banyak corporate atau organisasi yang ingin melakukan kegiatan seperti kongres, seminar, atau exhibition setelah vakum demi pemulihan bisnis.
Namun, sisi lain kebangkitan MICE pascapandemi juga menimbulkan berbagai tantangannya tersendiri. Misalnya, keterbatasan anggaran dari pemerintah, kesulitan finansial yang dihadapi oleh perusahaan, regulasi yang berubah-ubah untuk perjalanan lintas negara, aturan karantina, serta keterbatasan penerbangan antarnegara–termasuk mahalnya harga tiket pesawat. Dengan adanya tantangan tersebut, para pelaku industri MICE berharap banyak kegiatan yang tetap bisa berjalan meskipun skalanya belum besar. Yang terpenting adalah kontinuitasnya tetap terjaga.
Kemudian, Pak Andreas menjabarkan bahwa MICE adalah tentang orang dan koneksi. Salah satu bidang industri MICE yang menjadi tempat menyatukan banyak orang adalah pameran—yang juga menjadi cara yang efektif untuk berbisnis. Pameran yang diselenggarakan secara offline merupakan hal yang paling utama, sehingga diperlukan dukungan dari pemerintah dan industri untuk membangkitkan kembali MICE. Saat ini event domestik sudah mulai berjalan di Indonesia meskipun dalam skala yang kecil, karena kondisi perekonomian yang belum benar-benar pulih.
Menurut Michael Bayu, pada tahun 2020–2021 market sudah melihat adanya alternatif cara berkomunikasi melalui webinar, Zoom, dan digital expo secara online. Meski demikian, ia juga menyebutkan dalam sebuah survei, sebanyak 70% responden menganggap event offline belum bisa tergantikan dengan event online. Selain itu jika masa pandemi sudah terlewati, ia meyakini bahwa festival musik, exhibition, konferensi ataupun kegiatan internasional akan diburu oleh banyak orang untuk mendapatkan human interaction.
Yang terakhir, Ibu Ira menyampaikan adanya pandemi COVID-19 sudah mengubah MICE yang sebelumnya tempat berkumpulnya banyak orang menjadi event digital online. Memasuki masa transisi dari pandemi ke new normal, bisnis MICE telah berhasil menggabungkan regular event dengan virtual event yang disebut dengan hybrid event. Ia juga mengatakan dengan adanya pemindahan ibukota akan berdampak positif terhadap industri MICE, pariwisata, kegiatan ekonomi, dan penduduk sekitar.
Jadi, para pelaku bisnis MICE meyakini bahwa industri MICE bisa kembali pulih seperti sebelum pandemi dengan strategi-strategi yang mereka jalankan. Meskipun akan ada banyak tantangan yang dihadapi dan regulasi yang sewaktu-waktu bisa berubah, MICE tetap bisa beradaptasi dengan inovasi yang baru dan berkembang menjadi lebih baik dan masif.
Saksikan video webinar selengkapnya:
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Andreas Runkat dari Asperapi menyampaikan bahwa pemerintah masih memiliki pola pikir lama dalam melihat industri pariwisata. “Sampai sekarang, pemerintah masih memandang tourism di Indonesia dari perspektif leisure,” katanya kepada General Manager Wordsmith Group, Iskandar Julkarnaen. Padahal, kata Andreas, kebangkitan pariwisata di Indonesia ditunjang oleh kegiatan MICE.
Ia juga menyayangkan bahwa pemerintah tidak mengambil langkah strategis untuk memanfaatkan keadaan pandemi yang melumpuhkan sektor MICE di negara tetangga seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia. “Ada peluang tapi tidak diambil, justru kebijakan yang diambil sangat biasa, seperti bagaimana membangkitkan kembali pariwitasa di Bali.”
Ia juga melihat bahwa pemahaman pemerintah terhadap sektor MICE masih belum mendalam. “Setelah G20, saya rasa kita akan kembali ke pariwisata leisure,” katanya.
Wordsmith Group mendukung sektor MICE dengan menyediakan layanan penjurubahasaan (interpreting services) baik secara simultan maupun konsekutif. Hubungi kami dengan inquiry Anda.