Nature-based Solutions, Tata Kelola, dan Hak Komunitas Lokal

by | Dec 24, 2025 | blog

Diskursus keberlanjutan makin sering menempatkan Nature-based Solutions (NbS) dan pelibatan masyarakat sebagai jawaban atas krisis iklim dan degradasi lingkungan. Namun, di lapangan, keberhasilan pendekatan ini sangat ditentukan oleh dua hal yang kerap terlewat: kualitas tata kelola dan penghormatan terhadap hak serta dinamika sosial komunitas lokal—terutama masyarakat adat.

Untuk membaca isu ini secara lebih utuh, kami menghadirkan dua perspektif yang saling melengkapi. Prof. Herry Purnomo, Profesor Manajemen Hutan IPB University dan ilmuwan senior CIFOR–ICRAF, berbicara dari sudut sains, kebijakan, dan inovasi tata kelola berbasis komunitas. Sementara itu, Rani Djandam, spesialis kinerja sosial dengan pengalaman panjang di sektor ekstraktif dan energi, membawa perspektif lapangan tentang hak masyarakat adat, dinamika politik lokal, dan risiko pendekatan yang bersifat formalitas.


Nature-based Solutions dan Tata Kelola Kolaboratif

Narasumber: Prof. Herry Purnomo

Nature-based Solutions dan Tata Kelola Kolaboratif - Wordsmith Group

Q: Bagaimana pendekatan berbasis komunitas dapat memperkuat Nature-based Solutions (NbS)?
A:
Pendekatan berbasis komunitas memperkuat NbS melalui tiga aspek utama. Pertama, keberlanjutan—keterlibatan masyarakat menumbuhkan rasa kepemilikan, sehingga solusi berbasis alam lebih tahan lama.
Kedua, kebutuhan lokal. Masyarakat memiliki pengetahuan dan prioritas sendiri, seperti cara menanam bakau atau mengembangkan pariwisata lokal. Mengabaikannya berarti kehilangan sumber daya yang sangat berharga.
Ketiga, sinergi. Dengan menghubungkan pengetahuan lokal, aksi komunitas, dan modal dari luar, solusi lokal dapat terhubung dengan konteks global dan menjadi jauh lebih efektif.

Q: Apa tantangan utama dalam menyatukan sains, kebijakan, dan praktik lapangan?
A:
Tantangannya terletak pada perbedaan skala. Praktik lapangan bersifat lokal dan spesifik, sementara sains global disusun dari berbagai konteks di seluruh dunia.
Ketika sains global bertemu realitas lokal, tidak semua praktik lokal otomatis baik, dan tidak semua teori global relevan. Dibutuhkan kerendahan hati dari sains global untuk mendekati dan mendampingi komunitas agar titik temu dapat ditemukan.

Q: Apa peran model co-management dalam pengelolaan hutan Indonesia?
A:
Co-management adalah model pengelolaan bersama yang menghubungkan manfaat lokal dan global. Tujuannya tidak hanya kolaborasi, tetapi juga memperbesar skala inisiatif lokal melalui konektivitas global—misalnya membuka akses pasar ekspor bagi produk komunitas.
Kuncinya adalah kesetaraan. Hubungan tidak boleh hierarkis, di mana aktor global merasa lebih tinggi dari aktor lokal.

Q: Inovasi sains apa yang paling relevan untuk sektor lingkungan saat ini?
A:
Nature-based Solutions sendiri adalah inovasi penting karena sering kali lebih murah dibanding solusi berbasis buatan.
Namun, inovasi harus berbasis kebutuhan lokal—misalnya pengembangan ekowisata yang relevan secara sosial, peningkatan nilai tambah produk lokal melalui kemasan sederhana, atau sertifikasi agar produk bisa masuk ke pasar yang lebih luas seperti hotel.

Q: Apa peran ideal perusahaan dalam mendukung Nature-based Solutions?
A:
Perusahaan seharusnya tidak berhenti pada CSR atau kemitraan. Peran yang lebih strategis adalah menjadi off-taker bagi produk komunitas.
Dengan menjadi pembeli, mempromosikan produk lokal, dan terlibat dalam restorasi lingkungan, perusahaan menciptakan hubungan saling menguntungkan—bagi komunitas dan bagi keberlanjutan bisnisnya sendiri.


Hak Masyarakat Adat dan Dinamika Sosial Lokal

Narasumber: Rani Djandam

Hak Masyarakat Adat dan Dinamika Sosial Lokal - Wordsmith Group

Q: Dari pengalaman Anda di sektor ekstraktif, apa tantangan terbesar dalam memastikan hak dan suara masyarakat adat terwakili?
A:
Tantangan utamanya adalah menyadarkan semua pihak bahwa industri ekstraktif pasti membawa dampak positif dan negatif, dan pada akhirnya tidak berkelanjutan karena sumber dayanya akan habis.
Sejak tahap awal perencanaan, perusahaan perlu mengajak masyarakat berpikir tentang masa depan setelah tambang tidak lagi beroperasi. Ini hanya bisa dilakukan jika perusahaan memahami persepsi masyarakat terhadap tanah, hutan, dan industri itu sendiri.

Q: Bagaimana membedakan konsultasi formalitas dengan meaningful engagement?
A:
Perbedaannya terletak pada cara pandang. Jika masyarakat adat dianggap objek, maka konsultasi hanya menjadi pemenuhan KPI.
Meaningful engagement menuntut perusahaan mempelajari sejarah, struktur sosial, dan dinamika komunitas terlebih dahulu. Masyarakat adat mengalami transformasi sosial yang sangat cepat—dari masyarakat sederhana ke masyarakat industrial—tanpa persiapan. Perusahaan harus datang dengan pemahaman ini, bukan hanya membawa agenda sendiri.

Q: Dinamika kekuasaan lokal apa yang paling sering terabaikan ketika perusahaan masuk ke wilayah adat?
A:
Otonomi daerah memperkuat identitas lokal, tetapi juga melahirkan banyak aktor politik lokal yang menggunakan identitas indigenous people sebagai komoditas.
Jika tidak disadari, hal ini menciptakan friksi internal dan menggerus modal sosial seperti gotong royong dan solidaritas. Dalam konteks ini, elite lokal sering menjadi aktor yang paling merusak, karena memanfaatkan komunitas yang rentan.

Q: Mengapa pendekatan berbasis budaya dan hak penting dalam social investment?
A:
Budaya korporat yang efisien dan terukur sulit diterapkan langsung pada masyarakat sederhana yang cair secara sosial.
Pendekatan berbasis hak menuntut perusahaan memahami cara komunikasi, etika, tradisi, dan ritual komunitas. Ketika masyarakat direkrut ke industri, mereka sering kehilangan identitasnya—dan ini menjadi persoalan besar karena industri ekstraktif sendiri tidak berkelanjutan.

Q: Apa dampak keputusan strategis korporasi pusat terhadap komunitas di lapangan?
A:
Kebijakan pusat sering ideal di atas kertas, tetapi lemah dalam implementasi dan pengawasan. Banyak pelaksana di lapangan hanya memahami kebijakan secara administratif.
Kebijakan PPM terbaru sudah lebih terstruktur, tetapi perhatian tidak boleh berhenti pada ring dampak semata. Keberlanjutan budaya lokal dan warisan budaya nyata harus benar-benar dijaga dan diawasi pelaksanaannya.


Jika kita amati, keberlanjutan berbasis alam dan ESG tidak bisa dipisahkan dari tata kelola sosial, relasi kuasa, dan penghormatan terhadap hak komunitas lokal. Nature-based Solutions akan gagal jika diperlakukan sebagai proyek teknis semata, tanpa memahami konteks sosial, budaya, dan politik di lapangan.

Pendekatan berbasis komunitas, co-management yang setara, dan engagement yang bermakna bukan pelengkap—melainkan fondasi. Tanpa itu, ESG dan NbS berisiko menjadi narasi hijau yang tidak berakar pada realitas.

Di tengah meningkatnya tuntutan transparansi dan akuntabilitas, Laporan Keberlanjutan tidak lagi cukup berfungsi sebagai dokumentasi program. Ia harus menjadi alat pengambilan keputusan, manajemen risiko sosial, dan penguat kepercayaan jangka panjang—yang mencerminkan kompleksitas lapangan secara jujur dan berimbang.

Di sinilah Wordsmith Group berperan. Melalui ESG Services, Wordsmith Group membantu organisasi menerjemahkan praktik lapangan, dinamika komunitas, dan pendekatan berbasis hak ke dalam Laporan Keberlanjutan dan komunikasi ESG yang kredibel, kontekstual, dan berintegritas—bukan sekadar narasi yang dirapikan.

Jika keberlanjutan ingin benar-benar bekerja—bagi alam, masyarakat, dan bisnis—percakapan itu perlu dimulai dari pemahaman yang jujur dan disampaikan dengan bahasa yang tepat. Hubungi kami melalui email atau WhatsApp untuk mendiskusikan kebutuhan dan tantangan ESG perusahaan Anda, serta merancang strategi keberlanjutan yang relevan, terukur, dan berdampak nyata.

Other Post

ESG, Tata Kelola, dan Kredibilitas Dampak Sosial di Indonesia

ESG, Tata Kelola, dan Kredibilitas Dampak Sosial di Indonesia

ESG di Indonesia memasuki fase yang makin menuntut kedewasaan. Di satu sisi, makin banyak perusahaan menyatakan komitmen terhadap keberlanjutan. Di sisi lain, kualitas implementasi, kekuatan tata kelola, serta kredibilitas dampak yang dilaporkan masih menjadi...

Penerjemahan Tersumpah di Era Global: Kunci Validitas Dokumen Resmi

Penerjemahan Tersumpah di Era Global: Kunci Validitas Dokumen Resmi

Di era global, kebutuhan akan dokumen resmi lintas yurisdiksi makin meningkat. Mulai dari ekspansi bisnis ke luar negeri, pendaftaran pendidikan internasional, hingga urusan hukum lintas negara, semuanya menuntut dokumen yang akurat dan sah secara hukum. Dalam kondisi...